Aku hanya ingin menjadi orang baik dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarku. Bukannya malah merepotkan dan menjadi beban. Tidak, aku tidak mau.
Lama aku merenungi bagaimana aku, dari stigma yang orang berikan padaku “galak” bahkan ada yang bilang “angkuh” membuatku berpikir kenapa aku bisa begitu. Jika benar golongan darah dan keberadaanku sebagai anak pertama sebagai faktor predisposisi sikapku itu ditambah lagi faktor lingkungan yang melingkupiku membuatku menjadi seperti ini, bisakah aku berubah..? menjadi setidaknya pribadi yang lebih menyenangkan…?
Aku pikir aku emosional, sensitif, dan tidak peduli. Kemudian aku berusaha belajar tentang pengembangan diri. Sempat terpikir ikut kursus kepribadian. Buku-buku koleksiku mayoritas tentang cara berpikir positif, cara bergaul, dan lain-lain yang menyangkut pengembangan diri. Dan hasilnya…. nihil. Setiap baca aku sadar, aku tahu, aku berusaha melakukan sesuai isi buku. Beberapa saat kemudian aku sudah kembali ke sifat dasarku. Entahlah, aku bingung sebenarnya siapa dan bagaimana aku..? jika mengenal dan menerima jati diri saja aku masih sulit bagaimana bisa membina hubungan yang baik dengan orang lain..? itu mungkin sebabnya hubungan sosial dan interpersonalku agak payah. Gampang goyah. Dan akupun ditinggalkan…
Sampai suatu saat kutemukan kembali makna seorang dokter yang pernah merawatku bilang aku ini “temperamental”. Saat itu aku tidak paham benar, kupikir aku emosional seperti gampang marah atau gampang sedih. Kucoba menggali makna itu setelah kegagalanku menemukan solusi pada segiemosional quotient (EQ).
Aku tersentak dan tertegun saat mengetahui aku ini temperamental. Ingin sekali menghilangkannya atau beradaptasi dengannya…? dari sini kematangan emosikupun yang labil itu diuji.
Bingung harus mulai darimana…
***
Sedikit tentang kepribadian temperamental… Judul Bab di buku ini: Hati-hati dengan kepribadian temperamental (byYusuf Al-Uqshari).
Kepribadian yang temperamental atau orang yang mempunyai sifat temperamental adalah sebuah kepribadian yang sama sekali berbeda dengan orang yang emosional atau pemarah. Meskipun secara sekilas dalam pandangan orang banyak ada hubungan yang menyatukan mereka, tetapi jika ditinjau realitasnya dan secara ilmu psikologi, bukan seperti itu realitasnya.
Kepribadian yang temperamental juga bukan kepribadian yang sensitif. Dan, bagi setiap kepribadian ada ciri-ciri tertentu dan sisi-sisi tertentu yang membedakannya dengan kepribadian yang lain. Kepribadian yang temperamental adalah kepribadian yang ketika kita berinteraksi dengannya kita harus bersikap hati-hati. Orang yang temperamental bisa menjadi orang yang mudah marah, tidak sabar, emosional, dan sensitif, mempunyai hati yang keras, perasaannya kering, keras kepala, mudah meledakkan amarahnya karena hal yang sepele. Sikap temperamentalnya muncul tanpa dikehendaki, karena temperamental bersambung dengan aliran emosi yang mengeluarkan cairan saraf yang berada di otak bagian tengah. Lalu manakala otak menangkap pengaruh tertentu, maka pengaruhnya itu berjalan di dalam tubuh melalui aliran emosi dengan cara yang tidak dapat dikendalikan melalui gerakan yang cepat atau melalui perasaan. Dalam realitasnya, temperamen dapat dikategorikan sebagai sebuah ungkapan perasaan. Kami tegaskan bahwa orang yang mempunyai sifat temperamental tentu saja mempunyai jiwa yang sensitif, tetapi orang yang sensitif tidak mesti temperamental. Hal ini menegaskan adanya perbedaan kedua sifat tersebut.
Orang yang memiliki kepribadian temperamental dapat dikenali dengan mengetahui ciri-ciri utamanya. Ciri-ciri paling utama adalah mereka lebih mudah terpancing dengan segala sesuatu, bahkan hal-hal yang sepele. Mereka langsung gelisah ketika menghadapi sesuatu yang sebenarnya mereka ketahui bahwa itu tidak ada kepentingannya sama sekali. Mereka selalu menggunakan ungkapan-ungkapan yang keras seperti mengerikan, menakutkan, luar biasa, aku benci, aku cinta, aku melakukan, dengan dibarengi semangat tinggi.
Bisa jadi kita saksikan mereka meloncat secara tiba-tiba ketika mendengar suara yang tidak biasa atau jika mendengar ada orang yang memanggil mereka dengan suara yang mengagetkan (termasuk suara petir, gemuruh, dll yang mengagetkan). Ketika mereka sedang benar-benar marah, terkadang mereka merasakan sedikit kelumpuhan yang menjadikan mereka tidak mampu untuk mengetahui apa yang mereka katakan dan mereka lakukan. Dan, mood mereka selalu berubah dengan cepat bahkan tanpa adanya sebab, berubah dari keadaan gembira kepada keadaan sedih/depresi, atau sebaliknya. Pikiran mereka selalu disibukkan dengan berbagai perkara yang tidak ada manfaatnya dan dengan berbagai kecurigaan dan ketakutan yang menyebabkan mereka tidak tenang.
Kata-kata yang dapat mewakili sifat-sifat orang yang temperamental adalah mudah marah, cepat terpancing, egois, tidak sabar, mempunyai mood yang selalu berubah, juga selalu gelisah dan selalu berimajinasi. Mereka menginginkan mempunyai sikap yang stabil akibat apa yang mereka rasakan (–> jadi orang temperamen itu capek, sudah tau nggak baik tetap tanpa sadar seperti itu, ingin berubah, menahan diri tapi kalau sedang lupa ya selalu berulang…. T.T). Mereka merasa gelisah dan tidak tenang dengan berbagai perasaan yang mereka alami, meskipun perubahan tersebut berupa berubahnya tempat kerja karena naik jabatan, atau pindah ke tempat yang lebih bagus, prestasi dan atau yang semisalnya.
Orang yang mempunyai jiwa temperamental juga cepat berubah warna mukanya. Apabila mereka menghadapi sesuatu persoalan yang membuat mereka tidak tenang, maka secara tiba-tiba wajah orang-orang ini berubah dari putih menjadi merah secara tiba-tiba. Tangan mereka menjadi dingin atau berkeringat. Mereka mudah merasa jengkel dan terpengaruh jika mendapatkan kritikan atau teguran yang negatif. Mereka selalu tidak merasa sabar dan mudah terpancing. Berdasarkan pengetahuan tentang dimensi kepribadian orang-orang temperamental, maka kita harus berinteraksi secara hati-hati dan sensitif dengan mereka. Jangan sampai kita melontarkan kritikan atau membuat mereka terluka, bahkan jangan sampai memberikan teguran secara frontal pada mereka.
Jangan sampai kita mengejutkan mereka meskipun itu kabar gembira. Kita harus menggunakan cara yang bertahap dalam memberikan informasi kepada mereka tentang suatu perkara, betapapun kecilnya informasi tersebut. Kita harus memperkirakan reaksi mereka yang cepat pada suatu perkara yang sebenarnya tidak pantas untuk mendapatkan reaksi. Dan, kita biarkan mereka mengungkapkan pendapat mereka dengan metode dan cara mereka tanpa kita berikan interupsi atau kita tunjukkan ketidakpedulian kita terhadap pendapat mereka. Bahkan sebaliknya, kita harus membuat mereka merasa bahwa kita menghargai diri dan keberadaan mereka.
Kita jauhkan mereka dari berbagai faktor yang sensitif, baik yang positif maupun yang negatif. Kita harus menghormati ketika mereka marah, bagaimanapun konyolnya bentuk kemarahan itu. Jika kita terpaksa harus meluruskan mereka, maka kita harus melakukannya dengan cara yang tenang yang berlandaskan dengan metode yang meyakinkan (misalnya berulang kali menyatakan bahwa kita menyayangi mereka, kita peduli akan mereka. Meski hal ini sangat melelahkan dan tidak penting buat kita) . Jika tidak begitu, maka persoalan ini akan berakhir pada perseteruan yang terjadi lebih cepat dari apa yang kita bayangkan. Oleh karena kepribadian yang temperamental ini dalam kebanyakan kondisi tidak dapat menyadari apa yang harus dia katakan dan dia lakukan.
***
Ya, mungkin begitulah aku….
Ingin sekali mengurangi bahkan menghilangkan sifat buruk itu…. tapi aku seperti tidak bersyukur pada anugerah yang Allah berikan. Berujung pada tangis setelah tahu “sekali lagi aku gagal”. Ingin berdamai dengan diriku dan menerima saja apa adanya. Tapi karena itu aku selalu ditinggalkan… banyak yang takut padaku… membuatku terhalang untuk memiliki hubungan interpersonal yang harmonis… Aku tidak ingin menyerah untuk belajar berubah. Kesannya orang temperamental hanya ingin dipahami, tidak bisa memahami. Payah sekali ya… bagaimana bisa…? dibarengi dengan emosi yang tidak matang hal ini semakin sulit untuk dilakukan. Ditambah PMS akibat ketidakstabilan hormon dalam tubuhku semakin memperkeruh suasana. Darimana aku harus memulai…? Ya Allah tuntunlah hamba…. Hasbiyallahu laa ilaa ha illa huwa, ‘alaihi tawakkaltu wahuwa ‘ala qulli syai’in qodiir…
Dan semoga kalian mengerti…. betapa aku juga lelah seperti ini….